About

Kisah Orang Beriman yang Dibakar Dalam Parit

loading...
Loading...



Kisah ini dikenal dengan kisah ashabul ukhdud yaitu orang-orang yang membakar orang beriman dalam parit. Orang-orang yang beriman ini tetap teguh pada keimanan mereka pada Allah, hingga raja di masa itu marah dan membakar mereka hidup-hidup. Kisah ini mengajarkan wajibnya bersabar dalam berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus disakiti.

Kisah ini disebutkan dalam firman Allah,

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (1) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3) قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ 

عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8) الَّذِي لَهُ مُلْكُ 

السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (9)

“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Buruj: 1-9).

Kisah selengkapnya mengenai Ashabul Ukhdud diceritakan dalam hadits yang panjang berikut.

عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كَانَ مَلِكٌ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ إِنِّى قَدْ 

كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَىَّ غُلاَمًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ. فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلاَمًا يُعَلِّمُهُ فَكَانَ فِى طَرِيقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلاَمَهُ فَأَعْجَبَهُ فَكَانَ 

إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِى أَهْلِى. وَإِذَا

 خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ حَبَسَنِى السَّاحِرُ.

Dari Shuhaib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang raja dari golongan umat sebelum kalian, ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut berada dalam usia senja, ia mengatakan kepada raja bahwa ia sudah tua dan ia meminta agar dikirimkan anak yang akan jadi pewaris ilmu sihirnya. Maka ada seorang anak yang diutus padanya. Tukang sihir tersebut lalu mengajarinya.

Di tengah perjalanan ingin belajar, anak ini bertemu seorang rahib (pendeta) dan ia pun duduk bersamanya dan menyimak nasehat si rahib. Ia pun begitu takjub pada nasehat-nasehat yang disampaikan si rahib. Ketika ia telah mendatangi tukang sihir untuk belajar, ia pun menemui si rahib dan duduk bersamanya. Ketika terlambatnya mendatangi tukang sihir, ia dipukul, maka ia pun mengadukannya pada rahib. Rahib pun berkata, “Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku.”

فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قَدْ حَبَسَتِ النَّاسَ فَقَالَ الْيَوْمَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ أَفْضَلُ أَمِ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ فَأَخَذَ حَجَرًا فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنْ

 كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمْضِىَ النَّاسُ. فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسُ فَأَتَى الرَّاهِبَ فَأَخْبَرَهُ

 فَقَالَ لَهُ الرَّاهِبُ أَىْ بُنَىَّ أَنْتَ الْيَوْمَ أَفْضَلُ مِنِّى. قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى فَإِنِ ابْتُلِيتَ فَلاَ تَدُلَّ عَلَىَّ

Pada suatu saat ketika di waktu ia dalam keadaan yang demikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang besar yang menghalangi orang banyak (di jalan yang dilalui mereka). Anak itu lalu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu.” Ia pun mengambil sebuah batu kemudian berkata, “Ya Allah, apabila perkara rahib itu lebih dicintai di sisi-Mu daripada tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu.” Lalu ia melempar binatang tersebut dan terbunuh. Lalu orang-orang bisa lewat. 

 Lalu ia mendatangi rahib dan mengabarkan hal tersebut. Rahib tersebut pun mengatakan, “Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Keadaanmu sudah sampai pada tingkat sesuai apa yang saya lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar demikian, janganlah menyebut namaku.”

كَانَ الْغُلاَمُ يُبْرِئُ الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ وَيُدَاوِى النَّاسَ مِنْ سَائِرِ الأَدْوَاءِ فَسَمِعَ جَلِيسٌ لِلْمَلِكِ كَانَ قَدْ عَمِىَ فَأَتَاهُ بِهَدَايَا كَثِيرَةٍ فَقَالَ مَا هَا 

هُنَا لَكَ أَجْمَعُ إِنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِى فَقَالَ إِنِّى لاَ أَشْفِى أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِى اللَّهُ فَإِنْ أَنْتَ آمَنْتَ بِاللَّهِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكَ. فَآمَنَ بِاللَّهِ فَشَفَاهُ اللَّهُ

Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit kulit. Ia pun dapat menyembuhkan orang-orang dari berbagai macam penyakit. Berita ini pun sampai di telinga sahabat dekat raja yang telah lama buta. Ia pun mendatangi pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata pada pemuda tersebut, “Ini semua bisa jadi milikmu asalkan engkau menyembuhkanku.” Pemuda ini pun berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau mau beriman pada Allah, aku akan berdo’a pada-Nya supaya engkau bisa disembuhkan.” Ia pun beriman pada Allah, lantas Allah menyembuhkannya.

فَأَتَى الْمَلِكَ فَجَلَسَ إِلَيْهِ كَمَا كَانَ يَجْلِسُ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَنْ رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ قَالَ رَبِّى. قَالَ وَلَكَ رَبٌّ غَيْرِى قَالَ رَبِّى وَرَبُّكَ اللَّهُ. 

فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الْغُلاَمِ فَجِىءَ بِالْغُلاَمِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ أَىْ بُنَىَّ قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرِئُ الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ وَتَفْعَلُ 

وَتَفْعَلُ . فَقَالَ إِنِّى لاَ أَشْفِى أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِى اللَّهُ. فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهِبِ فَجِىءَ بِالرَّاهِبِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ.

 فَأَبَى فَدَعَا بِالْمِئْشَارِ فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِىءَ بِجَلِيسِ الْمَلِكِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ. فَأَبَى 

فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ

Sahabat raja tadi kemudian mendatangi raja dan ia duduk seperti biasanya. Raja pun bertanya padanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia pun menjawab, “Rabbku.” Raja pun kaget, “Apa engkau punya Rabb (Tuhan) selain aku?” Sahabatnya pun berkata, “Rabbku dan Rabbmu itu sama yaitu Allah.” Raja tersebut pun menindaknya, ia terus menyiksanya sampai ditunjukkan anak yang tadi. (Ketika anak tersebut datang), raja lalu berkata padanya, “Wahai anakku, telah sampai padaku berita mengenai sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit, serta engkau dapat melakukan ini dan itu.” 

Pemuda tersebut pun menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah dapat menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah.” Mendengar hal itu, raja lalu menindaknya, ia terus menyiksanya, sampai ditunjukkan pada pendeta yang menjadi gurunya. (Ketika pendeta tersebut didatangkan), raja pun memerintahkan padanya, “Kembalilah pada ajaranmu!” Pendeta itu pun enggan. Lantas didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut. Setelah itu, sahabat dekat raja didatangkan pula, ia pun diperintahkan hal yang sama dengan pendeta, “Kembalilah pada ajaranmu!” Ia pun enggan. Lantas (terjadi hal yang sama), didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut.

ثُمَّ جِىءَ بِالْغُلاَمِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ. فَأَبَى فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَإِذَا 

بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلاَّ فَاطْرَحُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَصَعِدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ. فَرَجَفَ بِهِمُ الْجَبَلُ فَسَقَطُوا 

وَجَاءَ يَمْشِى إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ. فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ فَاحْمِلُوهُ فِى 

قُرْقُورٍ فَتَوَسَّطُوا بِهِ الْبَحْرَ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلاَّ فَاقْذِفُوهُ. فَذَهَبُوا بِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ. فَانْكَفَأَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ فَغَرِقُوا وَجَاءَ 

يَمْشِى إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ.

Kemudian giliran pemuda tersebut yang didatangkan. Ia diperintahkan hal yang sama, “Kembalikan pada ajaranmu!” Ia pun enggan. Kemudian anak itu diserahkan kepada pasukan raja. Raja berkata, “Pergilah kalian bersama pemuda ini ke gunung ini dan itu. Lalu dakilah gunung tersebut bersamanya. Jika kalian telah sampai di puncaknya, lalu ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia. Jika tidak, lemparkanlah ia dari gunung tersebut.” Lantas pasukan raja tersebut pergi bersama pemuda itu lalu mendaki gunung. 

Lalu pemuda ini berdo’a, “Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Gunung pun lantas berguncang dan semua pasukan raja akhirnya jatuh. Lantas pemuda itu kembali berjalan menuju raja. Ketika sampai, raja berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah mencukupi dari tindakan mereka.” Lalu pemuda ini dibawa lagi bersama pasukan raja. Raja memerintahkan pada pasukannya, “Pergilah kalian bersama pemuda ini dalam sebuah sampan menuju tengah lautan. Jika ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia. Jika tidak, tenggelamkanlah dia.” Mereka pun lantas pergi bersama pemuda ini. 

Lalu pemuda ini pun berdo’a, “Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba sampan tersebut terbalik, lalu pasukan raja tenggelam. Pemuda tersebut kembali berjalan mendatangi raja. Ketika menemui raja, ia pun berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah mencukupi dari tindakan mereka.”

فَقَالَ لِلْمَلِكِ إِنَّكَ لَسْتَ بِقَاتِلِى حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ. قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ تَجْمَعُ النَّاسَ فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَتَصْلُبُنِى عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِى ثُمَّ ضَعِ السَّهْمَ فِى كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلاَمِ.

ثُمَّ ارْمِنِى فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتَنِى. فَجَمَعَ النَّاسَ فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ فِى 

كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلاَمِ. ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ السَّهْمُ فِى صُدْغِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ فِى صُدْغِهِ فِى مَوْضِعِ السَّهْمِ فَمَاتَ فَقَالَ النَّاسُ 

آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ.

Ia pun berkata pada raja, “Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau memenuhi syaratku.” Raja pun bertanya, “Apa syaratnya?” Pemuda tersebut berkata, “Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit. Lalu saliblah aku di atas sebuah pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat panahku, lalu ucapkanlah, “Bismillah robbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini.” Lalu panahlah aku karena jika melakukan seperti itu, engkau pasti akan membunuhku.” Lantas rakyat pun dikumpulkan di suatu bukit. Pemuda tersebut pun disalib di pelepah, lalu raja tersebut mengambil anak panah dari tempat panahnya kemudian diletakkan di busur. 

Setalah itu, ia mengucapkan, “Bismillah robbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini.” Lalu dilepaslah dan panah tersebut mengenai pelipisnya. Lalu pemuda tersebut memegang pelipisnya tempat anak panah tersebut menancap, lalu ia pun mati. Rakyat yang berkumpul tersebut lalu berkata, “Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut. Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut.”

فَأُتِىَ الْمَلِكُ فَقِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ وَاللَّهِ نَزَلَ بِكَ حَذَرُكَ قَدْ آمَنَ النَّاسُ. فَأَمَرَ بِالأُخْدُودِ فِى أَفْوَاهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ 

النِّيرَانَ وَقَالَ مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِينِهِ فَأَحْمُوهُ فِيهَا. أَوْ قِيلَ لَهُ اقْتَحِمْ. فَفَعَلُوا حَتَّى جَاءَتِ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا صَبِىٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ تَقَعَ فِيهَا 

فَقَالَ لَهَا الْغُلاَمُ يَا أُمَّهِ اصْبِرِى فَإِنَّكِ عَلَى الْحَقِّ

Raja datang, lantas ada yang berkata, “Apa yang selama ini engkau khawatirkan? Sepertinya yang engkau khawatirkan selama ini benar-benar telah terjadi. Manusia saat ini telah beriman pada Tuhan pemuda tersebut.” Lalu raja tadi memerintahkan untuk membuat parit di jalanan lalu dinyalakan api di dalamnya. Raja tersebut pun berkata, “Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka lemparkanlah ia ke dalamnya.” Atau dikatakan, “Masuklah ke dalamnya.” Mereka pun melakukannya, sampai ada seorang wanita bersama bayinya. Wanita ini pun begitu tidak berani maju ketika akan masuk di dalamnya. Anaknya pun lantas berkata, “Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas kebenaran.” (HR. Muslim no. 3005).

Beberapa faedah dari kisah di atas:

1- Raja yang zalim akan terus mencari pewarisnya dan ingin kekuasaannya terus ada.

2- Raja atau penguasa yang tidak berhukum dengan syari’at Allah biasa menggunakan dukun dan sihir untuk mendukung kekuasaannya, seperti ini tetap terus ada hingga saat ini.

3- Anjuran mengajari anak sejak kecil karena hasilnya lebih mudah melekat dibanding sudah besar. Seperti kata pepatah arab, innal ‘ilma fish shighor kan-naqsyi fil hajar, artinya sesungguhnya ilmu ketika kecil seperti memahat di batu. Artinya, ilmu ketika kecil itu lebih kokoh.

4- Adanya karomah para wali. Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa.

5- Hati hamba di tangan Allah. Allah sesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk pada siapa yang Dia kehendaki. Pemuda dalam kisah ini padahal dalam pengasuhan raja dan pengajaran tukang sihir, namun ia bisa mendapat hidayah pada kebenaran.

6- Pemuda ini menyandarkan penyembuhan pada Allah, bukan pada dirinya. Sehingga hal ini menunjukkan janganlah tertipu dengan karomah atau kejadian aneh yang bisa diperbuat seseorang.

7- Boleh menguji kebenaran seseorang ketika dalam kondisi ragu atau hati yang berguncang. Seperti pemuda ini menguji apakah yang benar adalah tukang sihir ataukah rahib (pendeta) dengan melempar binatang besar.

8- Pendeta tadi menyarankan pada pemuda untuk mengatakan “Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku.” Ini menunjukkan bahwa mengakal-akali orang lain (berbohong) itu boleh jika ada maslahat seperti saat perang atau untuk menyelematkan diri.

9- Ada orang beriman yang digergaji demi mempertahankan imannya.

10- Allah selalu memenangkan kebenaran dan menolong orang yang berpegang teguh pada kebenaran.

11- Boleh bagi seseorang mengorbankan dirinya sendiri jika ada maslahat agama yang besar seperti pemuda ini yang mengorbankan dirinya dan membuat seluruh rakyat beriman pada Allah.

12- Nampak jelas perbedaan thoghut dan da’i ilallah. Thoghut mengajak manusia supaya menjadikan ibadah pada sesembahan selain Allah. Sedangkan da’i ilallah mengajak manusia peribadatan pada Allah saja.

13- Kadang seorang wali Allah diberi karomah berulang kali, tujuannya untuk mengokohkan imannya.

14- Orang kafir tidak bisa membantah argumen dari orang beriman. Yang membuat mereka menolak kebenaran adalah karena sifat sombong yang ada pada mereka.

15- Orang yang zalim akan menindak orang yang tidak mau manut pada perintahnya dan menindak setiap orang yang beriman pada Allah, tujuannya supaya kekuasaan dunia mereka langgeng.

16- Melalui orang zalim dapat muncul bukti kebenaran. Rakyat dalam kisah ini beriman kepada Allah disebabkan karena kokoh, jujur dan ketakutan pemuda ini hanya pada Allah.

17- Di antara bayi yang bisa berbicara padahal masih dalam momongan adalah bayi dalam kisah ini, selain itu juga ada bayi yang diajak bicara oleh Juraij dan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam. Jadi, ada tiga bayi yang bisa bicara ketika masih dalam momongan.

18- Cerita ini menunjukkan mukjizat Al Qur’an karena cerita ini hampir dilupakan dalam sejarah dan disebutkan dalam Al Qur’an.

19- Boleh mengajari orang lain dengan menyebutkan kisah seperti ini. Karena kadang dengan nasehat langsung sukar diterima, beda halnya dengan menyampaikan kisah.

20- Setiap pemuda hendaklah mencontoh perjuangan pemuda dalam kisah ini, yaitu hendaklah ia berpegang teguh pada kebenaran dan terus bersabar, jangan sampai terjerumus dalam jalan kesesatan walau diancam dengan nyawa.

21- Wajib bagi setiap orang yang diuji keimanannya untuk bersabar, meski harus mengorbankan nyawa. Namun dalam masalah ini ada dua rincian:

(1) Maslahatnya kembali pada diri sendiri. Ketika diperintahkan mengucapkan kalimat kufur, misalnya, maka ia bisa memilih mengucapkannya ketika dipaksa, asalkan hati dalam keadaan tetap beriman. Ia juga boleh memilih untuk tidak mau mengucapkan walau sampai mengorbankan nyawanya.

(2) Maslahatnya kembali pada orang banyak. Misalnya, kalau seandainya ia kafir di hadapan orang banyak, maka orang lain pun bisa ikut sesat. Dalam kondisi ini tidak boleh seseorang mengucapkan kalimat kufur, ia harus bersabar walau sampai dihilangkan nyawa. Hal ini dapat kita temukan dalam kisah Imam Ahmad yang masyhur. Ketika ia dipaksa mengucapkan ‘Al Qur’an itu makhluk, bukan kalam Allah’. Imam Ahmad enggan dan akhirnya ia disakiti dengan dicambuk. Tetapi beliau tetap kokoh memegang prinsip Al Qur’an itu kalam Allah, bukan makhkuk. Jika Imam Ahmad tidak memegang prinsipnya tersebut, tentu manusia akan ikut sesat.

22- Hadits ini juga menunjukkan terkabulnya do’a orang yang dalam kondisi terjepit seperti do’a pemuda ini ketika ingin dilempar dari gunung dan ditenggelamkan di tengah lautan.

23- Kisah ini mengajarkan wajibnya bersabar ketika disakiti padahal berada dalam kebenaran.
Semoga kita bisa memetik pelajaran-pelajaran berharga dari kisah pemuda ini. Wallahu waliyyut taufiq.
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 76-78.
Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H, 1: 213-225.
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhish Sholihin, Dr. Musthofa Al Bugho, dll, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 35.

loading...

0 Response to "Kisah Orang Beriman yang Dibakar Dalam Parit"

Posting Komentar