loading...
Loading...
Ilustrasi.
Para munafik yang muda maupun yang sudah udzur, kembalilah kepada Islam, jalan yang lurus, agar tidak terikut jadi syarrul bariyyah, seburuk-buruknya makhluk
Sudah sepekan ini, enerji umat Islam Indonesia tersedot guna memberi reaksi atas ucapan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta, yang telah menistakan Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 51, yang secara eksplisit melarang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin.
Dalam pernyataannya di Kabupaten Kepulauan Seribu, Selasa 27 September 2016, Ahok berujar, “… Jadi, jangan percaya pada orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak-ibu nggak pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat Al-Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak-ibu, jadi bapak-ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu, ya.”
Video penistaan Al-Qur’an yang dilakukan Ahok baru beredar di medsos pada Kamis (06/10/2016). Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa 11 Oktober 2016, telah mengeluarkan pendapat, bahwa ada penghinaan kepada Al-Quran dan ulama. Pernyataan MUI itu disambut oleh berbagai Ormas Islam. Hujatan terhadap Ahok membahana. Meskipun belakangan, pada Senin(10/10/2016) Ahok sudah minta maaf atas kegaduhan atas ucapannya itu, tapi persoalan tidak berhenti sampai di sini. Lagian pula, Ahok minta maaf atas kegaduhan, bukan mencabut pernyataannya yang telah menistakan Al-Qur’an tersebut.
Di sisi yang lain, para pembela Ahok dari kalangan Muslim juga ada, dengan penguasaan masalah yang dangkal dan tidak punya adab dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya. Mulai dari yang muda sampai yang tua, bahkan sudah udzur. Dari yang faham sampai yang tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Ahok dan membuat mayoritas umat Islam menjadi marah, ini.
Bagai Fatamorgana
Mereka yang mengaku Muslim dan pendukung calon pemimpin dari kafir, kami anjurkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadits, membacanya, mentadabburinya, lalu mengamalkannya. Dari kalangan Muslim yang mendukung calon pemimpin kafir umumnya ber-argumen bahwa Indonesia bukanlah negara Islam. Jadi, siapa saja boleh jadi pemimpin.
Dalam sistem demokrasi yang dianut oleh republik ini, suara perorangan adalah sama. Suara seorang preman dengan suara seorang ustadz dihargai sama. Ini beda dengan sistem syuro yang dianjurkan oleh Islam, dimana wakil-wakil dari para ahli dan alim yang akan memusywarahkan dan mengangkat seorang pemimpin dari berbagai tingkatan. Mulai dari tingkat RT sampai Presiden.
Adapun konsekuensi dari sistem demokrasi, yang mendapat suara terbanyak dialah yang mendapat mandat. Jika kita mau adil, biarkan masyarakat memilih sesuai dengan akidahnya. Yang muslim ya memilih sesuai tuntutan syar’i, tidak memilih pemimpin kafir.
Sedangkan orang-orang kafir tentu tidak ingin syariat Islam dipakai rujukan. Mereka tidak akan rela sampai orang-orang Muslim mengikuti mereka (Q.S. Al-Baqoroh: 120). Karena itu diajukanlah motto: agama adalah wilayah pribadi, sedangkan mengatur negara harus dengan konsensus. Makna konsensus di sini adalah jangan bawa-bawa agama dalam urusan kenegaraan, termasuk dalam urusan pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah. Mereka hendak men-sekuler-kan negeri ini, jauh dari pemikiran syariat.
Mari kita lihat, bagaimanakah amalan orang-orang kafir itu. Dalam surah an-Nur ayat 39, Allah berfirman, “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu pun….”
juga, surah Al-Furqon ayat 23, Allah menginformasikan pada kita, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
Mengapa? Karena amal perbuatan kaum kafir yang dalam pandangan manusia itu baik, tidak berdasarkan iman, tapi murni karena duniawi. Jika dengan amalannya itu mereka ingin mendapat pujian dari manusia, itu juga akan terjadi. Namanya harum, kisah suksesnya dibukukan, mendapat berbagai penghargaan, bahkan wajahnya dibuatkan patung. Tapi hanya itu, pujian dan sanjungan manusia di dunia, sedangkan akheratnya, sama sekali dia tidak mendapatkannya.
Syarrul Bariyyah
Sungguh, manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang baik, sebagaimana tersurat dalam surah At-Tin ayat 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Tapi, karena manusia itu ingkar, kafir dan musyrik, meski bentuk rupanya baik, mereka dilabeli sebagai seburuk-buruknya makhluk, sebagaimana tersurat dalam surah Al-Bayyinah ayat 6, “Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik(akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” Sedangkan di dalam ayat ke 7, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat predikat sebagai khoirul bariyyah,sebaik-baiknya makhluk.
Lalu, bagaimana dengan orang muslim yang menjadi pembela kaum kafirin?
Adalah Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu, menarasikan, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, pernah bersabda, “Barangsiapa tertanam dalam dirinya empat hal, maka ia benar-benar seorang munafik sejati, dan barangsiapa dalam dirinya terdapat salah satu dari empat hal, dalam dirinya tertanam satu kemunafikan sehingga ia meninggalkannya. Yakni, pertama, apabila berbicara ia berdusta; kedua, apabila berjanji ia ingkar; ketiga, apabila dipercaya, ia khianat; dan keempat, apabila berdebat, ia tidak jujur.” Sedangkan di dalam hadits Sofyan disebutkan, “Barangsiapa dalam dirinya terdapat salah satu dari empat hal tersebut, maka di dalam dirinya terdapat salah satu ciri kemunafikan.”(H.R. Imam Muslim)
Di dalam prakteknya, baik di era Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sampai hari ini, perilaku kaum munafik yang menonjol adalah menghalang-halangi dakwah dan mencari-cari alasan untuk tidak menjalankan jihad. Memberikan dukungan kepada calon pemimpin kafir, adalah perbuatan menghalang-halangi dakwah. Dan itu sebuah kemunafikan yang nyata. Juga nyata tempatnya di akherat, kelak. Mari kita tadabburi surah an-Nisa ayat 138-140, berikut ini.
“Kabarkan kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.”
“(Yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah.”
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab(al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan(oleh orang-orang kafir) maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena(kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di neraka Jahanam.”
Tiga ayat tersebut telah dengan terang benderang menjelaskan siapa kaum munafik, bagaimana sikap kita jika ayat-ayat Allah diperolok-olok, dan bagaimana kesudahan dari kaum munafik dan kafir itu.
Mumpung masih ada sisa umur, para munafik yang muda maupun yang sudah udzur, kembalilah kepada Islam, jalan yang lurus, agar tidak terikut jadi syarrul bariyyah, seburuk-buruknya makhluk.*
Baca Juga
Orang Kafir Mengolok-Olok Al-Qur’an [2]
Keharaman Pemimpin Kafir Derajatnya Mutawattir, Tak Ada Khilafiyah
loading...
0 Response to "Kafir itu Syarrul Bariyyah"
Posting Komentar