loading...
Loading...
Assalamualaikum wr.wb.
Rasulullah SAW. sering mengalami lapar dalam hidupnya karena sejak semula memang Beliau berniat untuk puasa. Tak jarang pula Nabi Muhammad SAW. tak bermaksud puasa, namun karena tak ada makanan di rumahnya, beliau pun lantas berpuasa. Malahan, perut Rasulullah kadangkala diganjal batu akibat menahan lapar yang mendera, sementara Beliau tak punya sesuatu yang bisa dimakan.
Suatu hari Rasulullah SAW. bertemu Abu bakar dan Umar sahabatnya, lantas menyapa, ” Apakah yang menyebabkan kalian berdua keluar pada siang terik ini?”
Kedua sahabat menjawab kompak, ” Kami lapar wahai Rasul.”
Berkata Rasulullah, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-NYA, saat ini saya sedang lapar juga.”
Setelah itu Rasulullah mengajak kedua sahabat nya beranjak, bermaksud mencari rizqi. Kebetulan mereka bertiga lewat di depan rumah seorang Anshor bernama Abu Hisam bin At tijihan, dan kebetulan pula istri Abu Hisam melihat Nabi SAW. yang sedang melintasi. “Ahlan Wa Sahlan,” seru sang istri Anshor tadi menegur
Mendengar teguran ini, Nabi Muhammad SAW. bertanya menimpali, ” Kemana Abu Hisam?”
Wanita itu menjawab, ” Ia sedang mengambil air untuk kami.”
Lalu tak lama Abu Hisam muncul. Ketika melihat siapa tamunya, ia amat bahagia sambil berkata “Alhamdulillah, hari ini tidak ada seorangpun yang lebih mulia tamunya, selain daripada tamuku.”
Hisam segera mempersilahkan mereka masuk, lantas iapun segera pergi mengambil kurma yang kemudian dihidangkan kepada ketiga tamunya. Sementara Rasulullah dan kedua sahabatnya menyantap kurma, Abu hisam menyembelih kambing , secepatnya dimasak, dan akhirnya dihidangkan pula. Lantas Abu Hisam bersama ketiga tamu mulia menyantap hidangan dengan secukupnya.
Selesai bersantap Rasululllah bersabda kepada kedua sahabatnya, “Demi Allah yang jiwaku berada ditangan-NYA. Pada hari kiamat nanti, kalian pasti akan ditanya tentang nikmat yang kalian rasakan tadi. Kalian telah didorong keluar rumah oleh rasa lapar, kemudian tidaklah kalian kembali melainkan sesudah mengecap rasa nikmat tadi.”
HIKMAHNYA :
Nabi Muhammad SAW. dan kedua sahabatnya adalah orang kaya, tapi hartanya dihabiskan untuk berjihad. Ingatlah, khadijah istri Nabi Muhammad SAW. adalah konglomerat Mekkah. Sedangkan, Abu bakar adalah orang kaya yang hartanya dimanfaatkan untuk kepentingan Islam termasuk membebaskan budak belian yang masuk Islam lantas disiksa sang majikan. Bilal misalnya, dibebaskan Abu Bakar dari Umayyah bin Khalaf dengan harga berlipat ganda dari harga kebiasaan. Ketika berhijrah ke Madinah Abu Bakar membawa serta kekayaannya yang berlimpah.
Namun, saat menjelang Perang Badar, dia menyerahkan seluruh harta untuk mobilisasi biaya perang. Kala itu Rasulullah SAW. sempat bertanya kepadanya, “Apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?” Dengan mantap Abu Bakar menjawab, ” Aku tinggalkan mereka Allah dan Rasul-NYA.” Singkat kata, “Kemiskinan” Rasul dan sahabatnya bukan karena mereka malas bekerja, tapi seluruh hartanya dibelanjakan untuk menyebarkan Risalah Allah SWT. Barangkali kita tak mampu mencontoh sepenuhnya sikap Nabi Muhammad SAW dan dua sahabatnya tadi. Tapi, semangat mereka tetap harus diteladani, walaupun pada level yang lebih rendah.
Kemiskinan tidak menjadi penghalang untuk menyebarkan kebenaran. Nabi Muhammad SAW. dan sahabat adalah orang tak berpunya, tapi tak berhenti dakwah kepada umatnya. Kemiskinan tak boleh menjadi penghalang untuk ibadah dan berbuat kebajikan, meski dilakukan sesuai kapasitas dan kemampuan. Keberhasilan dakwah bukan ditentukan oleh kekayaan dan kepangkatan, tapi oleh keyakinan dan kesungguhan.
Orang kaya dan berpangkat belum tentu berhasil dalam dakwah jika tak dilandasi kesungguhan dan suri tauladan. Orang tua tak cukup mendakwahi anaknya untuk beriman hanya dengan memberi segala permintaan yang bersifat kebendaan.Yang paling penting adalah keteladanan dan kasih sayang.
Risqi yang diberi Allah kepada Umat-NYA dapat melalui siapa saja, dan penyebabnya bisa apa saja. Risqi bisa datang dari sumber yang tak diduga duga. Tapi yang terpenting orang harus berusaha sambil berdoa, bukan hanya duduk di rumah saja. Terkait dengan kemiskinan, Nabi Muhammad SAW memang menyatakan ” Kefakiran dapat mendekatkan pada kekufuran.” Terbukti, tak sedikit orang sampai rela menjual aqidahnya hanya untuk mendapatkan harta yang tak seberapa.
Namun, yang lebih menakutkan Nabi Muhammad SAW. bukanlah kemiskinan, tapi justru kekayaan berlebihan sebagaimana telah disabdakan, ” Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku kwatirkan atas kamu, tetapi aku khwatir bila terhampar luas bagimu dunia ini, sebagaimana telah terhampar pada orang orang sebelum kamu. Kemudian kamu berlomba-lomba sehingga Allah membinasakan kamu, sebagaimana Dia membinasakan mereka.” (H.R. Muslim dan Bukhari).
Ingatkah anda akan kisah Qarun dan Tsa’labah ? Jadi, harta kekayaan hakekatnya juga cobaan atau bahkan fitnah, apakah kita sabar dan bersyukur terhadap kekayaan tersebut atau malah sebaliknya kufur pada nikmat Allah dengan kekayaan yang kita miliki itu.
Pemuliaan tamu adalah wujud keimanan,
” Barangsiapa yang mengklaim sebagai orang beriman hendaknya memuliakan tamunya, tamu dalam perspektif Islam wajib dimuliakan, namun si tamu harus pula tahu diri dan aturan. Sebab, kewajiban memuliakan dikenakan dalam waktu tiga hari, sedangkan hari keempat dan seterusnya hukumnya berubah sunah. Pemuliaan tamu diupayakan sesuai kemampuan, bukan berlebihan apalagi sampai berhutang. Jika yang dipunyai hanya air putih belaka, asalkan dalam penerimaan dan penyuguhan dengan roman berseri tanda ketulusan hati, itulah yang lebih utama dilakukan daripada hidangan lezat tanpa ketulusan hati.
Jika punya kelebihan, suguhan hendaknya bisa lebih menyenangkan namun tetap dengan keikhlasan tanpa perhitungan. Imam Syafi’i berkata, suguhan dari orang pemurah menjadi obat, sedangkan suguhan orang pelit bin kikir dapat menjadi penyakit.
Tamu mulia bukanlah mereka yang berpangkat dan berharta, tapi tamu yang shalih, baik budi pekerti, serta mempunyai hikmah kebijakan (ilmu pengetahuan) yang mumpuni.
Tamu yang datang dari kalangan orang kaya dan bertakhta, pada umumnya topik pembicaraan lebih banyak pada kebendaan dan jabatan sehingga mendorong hati kita merasa kurang, sementara tamu ahli kebijakan (ilmuan dan ulama) yang diperbincangkan adalah kebenaran, kebajikan, dan ilmu pengetahuan yang dapat merangsang kita mendapat ketentraman.
loading...
0 Response to "Kisah Miskin Tak Menghalangi Dakwah "
Posting Komentar