loading...
Loading...
Kristin Szremski
Kristin Szremski merasa terbatas dalam hal bertuhan dan beragama. Ia merasa dibatasi dalam berinteraksi dengan Tuhan dan merasa dikucilkan dari agama. Apa yang dirasakan wanita asal Illinois Amerika ini tidaklah tanpa alasan. Ia berfikir, mengapa untuk berinteraksi dengan Tuhan, ia memerlukan Yesus sebagai penebus dosa.
“Ketika saya seorang Protestan, kemudian menjadi seorang Katolik, saya merasa bahwa tuhan selalu marah dan retributif pada saya. Hingga saya diharuskan fokus pada Yesus sebagai pemberi syafaat alih-alih berinteraksi dengan Tuhan,” tutur Kristin, dillansir Huffington Post.
Kristin pun kemudian memulai perjalanan imannya mencari Tuhan. Ia tahu seharusnya pemahaman akan Tuhan itu haruslah sangat jelas dan jernih layaknya kristal. Ia pun kemudian mendapati muslimin memahami Tuhan dengan keagungan-Nya, berinteraksi dengan Tuhan sedekat urat nadi, Allah pun menjadi satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Dan satu hal baru yang diketahuinya dari Islam, bahwa Yesus bukan lah anak Tuhan, melainkan seorang utusan Tuhan.
"Perjalanan iman saya membawa pemahaman tentang Tuhan ke dalam kejelasan kristal. Islam telah mengajarkan saya bahwa Allah itu mutlak. Di antara 99 nama, saya belajar bahwa Allah memiliki sifat kasih yang mutlak dan kemurahan hati. Dia juga hakim mutlak dan penghisab urusan kami. Jadi, berubahlah pemahaman saya akan makna Tuhan,” demikian Kristin mengisahkan permulaan hal yang membuatnya terpesona pada Islam. Ia kemudian jatuh cinta pada Allah dan ajaran-Nya.
“Saya kemudian memahami bahwa Allah sangat mudah diakses. Dia bahkan mengatakan sangat dekat dengan kita, lebih dekat dari urat leher. Jika kita melangkah menuju-Nya, maka Dia berlari menuju kita,” lanjut wanita yang telah berusia 55 tahun tersebut.
Setelah berislam, Kristin yang berlatar belakang jurnalis ini kemudian mengabdikan hidupnya untuk memberdayakan warga Palestina. Ia menjadi direktur media dan komunikasi di American Muslims for Palestine (AMP), sebuah organisasi nasional Amerika yang melayani pendidikan dan advokasi masyarakat Palestina.
Dari laman ampalestine.org, diketahui bahwa dengan keahliannya di bidang media, Kristin menulis banyak laporan dan jurnal mengenai pendidikan di Palestina. Tulisannya naik cetak media nasional Amerika hingga internasional, di antaranya Chicago Tribune, Al Jazeera English, Zycie Warszawa, Poland's national newspaper of record, San Francisco Examiner, Wall Street Journal, USA Today, dan lain sebagainya. Melalui tulisannya, wanita yang pernah memenangkan penghargaan jurnalis ini membela hak pendidikan masyarakat Palestina.
Tak hanya itu, Kristin juga merasa perlu menjadi agen muslim yang baik di Amerika. Ia ingin menunjukkan kebaikan Islam di mata warga Amerika yang notabene selalu mengaitkan Islam dengan aksi terorisme. Dari keinginannya itu, ia pun kemudian membuat suatu seri video mengenai muslimin dan Ramadhan yang kemudian dipublikasikan oleh CNN Internasional pada tahun 2010. Sejak itu, ia kemudian menulis laporan pribadinya dalam CNN iReport yang kemudian senantiasa dipublikasikan oleh CNN.
Ketika ia melakukan perjalanan haji pertamanya di tahun 2014, Kristin juga bekerjasama dengan Huffington Post untuk memublikasikan kisah-kisah menakjubkannya selama berada di tanah kelahiran Islam. Pada tahun 2015 lalu pula, Kristin mengerjakan sebuah proyek video yang mengisahkan pengalamannya menjadi muslim Amerika. Video itu ditujukan untuk Huffington Post yang tengah menggarap video “Muslim in America”.
“Saya mencintai Islam karena kemurniannya dan kesederhanaannya. Islam juga mengajarkan kebenaran. Para muslimin yang pernah saya temui pun mereka merupakan orang-orang yang sangat menyenangkan, penyabar dan berkepribadian baik,”
Kristin Szremski merasa terbatas dalam hal bertuhan dan beragama. Ia merasa dibatasi dalam berinteraksi dengan Tuhan dan merasa dikucilkan dari agama. Apa yang dirasakan wanita asal Illinois Amerika ini tidaklah tanpa alasan. Ia berfikir, mengapa untuk berinteraksi dengan Tuhan, ia memerlukan Yesus sebagai penebus dosa.
“Ketika saya seorang Protestan, kemudian menjadi seorang Katolik, saya merasa bahwa tuhan selalu marah dan retributif pada saya. Hingga saya diharuskan fokus pada Yesus sebagai pemberi syafaat alih-alih berinteraksi dengan Tuhan,” tutur Kristin, dillansir Huffington Post.
Kristin pun kemudian memulai perjalanan imannya mencari Tuhan. Ia tahu seharusnya pemahaman akan Tuhan itu haruslah sangat jelas dan jernih layaknya kristal. Ia pun kemudian mendapati muslimin memahami Tuhan dengan keagungan-Nya, berinteraksi dengan Tuhan sedekat urat nadi, Allah pun menjadi satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Dan satu hal baru yang diketahuinya dari Islam, bahwa Yesus bukan lah anak Tuhan, melainkan seorang utusan Tuhan.
"Perjalanan iman saya membawa pemahaman tentang Tuhan ke dalam kejelasan kristal. Islam telah mengajarkan saya bahwa Allah itu mutlak. Di antara 99 nama, saya belajar bahwa Allah memiliki sifat kasih yang mutlak dan kemurahan hati. Dia juga hakim mutlak dan penghisab urusan kami. Jadi, berubahlah pemahaman saya akan makna Tuhan,” demikian Kristin mengisahkan permulaan hal yang membuatnya terpesona pada Islam. Ia kemudian jatuh cinta pada Allah dan ajaran-Nya.
“Saya kemudian memahami bahwa Allah sangat mudah diakses. Dia bahkan mengatakan sangat dekat dengan kita, lebih dekat dari urat leher. Jika kita melangkah menuju-Nya, maka Dia berlari menuju kita,” lanjut wanita yang telah berusia 55 tahun tersebut.
Setelah berislam, Kristin yang berlatar belakang jurnalis ini kemudian mengabdikan hidupnya untuk memberdayakan warga Palestina. Ia menjadi direktur media dan komunikasi di American Muslims for Palestine (AMP), sebuah organisasi nasional Amerika yang melayani pendidikan dan advokasi masyarakat Palestina.
Dari laman ampalestine.org, diketahui bahwa dengan keahliannya di bidang media, Kristin menulis banyak laporan dan jurnal mengenai pendidikan di Palestina. Tulisannya naik cetak media nasional Amerika hingga internasional, di antaranya Chicago Tribune, Al Jazeera English, Zycie Warszawa, Poland's national newspaper of record, San Francisco Examiner, Wall Street Journal, USA Today, dan lain sebagainya. Melalui tulisannya, wanita yang pernah memenangkan penghargaan jurnalis ini membela hak pendidikan masyarakat Palestina.
Tak hanya itu, Kristin juga merasa perlu menjadi agen muslim yang baik di Amerika. Ia ingin menunjukkan kebaikan Islam di mata warga Amerika yang notabene selalu mengaitkan Islam dengan aksi terorisme. Dari keinginannya itu, ia pun kemudian membuat suatu seri video mengenai muslimin dan Ramadhan yang kemudian dipublikasikan oleh CNN Internasional pada tahun 2010. Sejak itu, ia kemudian menulis laporan pribadinya dalam CNN iReport yang kemudian senantiasa dipublikasikan oleh CNN.
Ketika ia melakukan perjalanan haji pertamanya di tahun 2014, Kristin juga bekerjasama dengan Huffington Post untuk memublikasikan kisah-kisah menakjubkannya selama berada di tanah kelahiran Islam. Pada tahun 2015 lalu pula, Kristin mengerjakan sebuah proyek video yang mengisahkan pengalamannya menjadi muslim Amerika. Video itu ditujukan untuk Huffington Post yang tengah menggarap video “Muslim in America”.
“Saya mencintai Islam karena kemurniannya dan kesederhanaannya. Islam juga mengajarkan kebenaran. Para muslimin yang pernah saya temui pun mereka merupakan orang-orang yang sangat menyenangkan, penyabar dan berkepribadian baik,”
loading...
0 Response to "Perjalanan Indah Jurnalis Wanita Amerika, Menemukan Islam"
Posting Komentar